×
العربية english francais русский Deutsch فارسى اندونيسي اردو

Permintaan Formulir Fatwa

Captcha yang salah

Fatwa / Puasa / Seorang suami menyetubuhi istrinya di siang hari bulan Ramadhan. Apa yang wajib atas dirinya?

Views:2614
- Aa +

Seorang suami menyetubuhi istrinya di siang hari bulan Ramadhan. Apa yang wajib atas dirinya?

رجل جامع زوجته في نهار رمضان، فماذا عليه؟

Menjawab

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala Rabb semesta alam. Shalawat, salam, dan keberkahan semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, keluarganya, dan para shahabatnya. Amma ba'du:

Dengan memohon taufik kepada Allah Ta'ala kami akan menjawab pertanyaanmu, kami katakan:

Bersetubuh di siang hari bulan Ramadhan termasuk di antara pembatal-pembatal puasa yang paling besar. Allah Subhanahu wa Ta'alaberfirman:

{فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ}[البقرة:187]

Artinya: "Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu." (QS. Al-Baqarah: 187). Itu adalah isyarat tentang persetubuhan.

{وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ}[البقرة:187]

Artinya: "Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar." (QS. Al-Baqarah: 187).Allah Subhanahu wa Ta'alaberfirman:

{ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ} [البقرة:187]

Artinya: "Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." (QS. Al-Baqarah: 187).

Maknanya adalah bahwa orang yang berpuasa dilarang melakukan tiga perkara tersebut dan di antaranya adalah bersetubuh di siang hari. Hal itu telah disepekati di antara para ulama. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda di dalam hadits qudsi:

"يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِيْ."

"Dia meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena Aku." Sedangkan orang yang bersetubuh belum meninggalkan syahwatnya.

Persetubuhan bukan hanya membatalkan puasa, tapi dia juga perusak puasa yang paling besar; karena terdapat ancaman keras tentangnya. Di dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Humaid bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwasanya ada seorang lelaki datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah binasa." Beliau bertanya, "Apa yang membinasakanmu?" Yaitu apa yang menyebabkanmutertimpa kebinasaan? Lelaki itu berkata, "Aku telah menyetubuhi istriku di siang hari bulan Ramadhan." Perkataan tersebut ditetapkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam; dan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mengatakan, "Tidak. Tidak. Kamu tidak binasa. Keselamatan akan menyertaimu. Kamu tidak terkena apa-apa. Pembatal puasa ini sama seperti pembatal-pembatal lainnya." Bahkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menetapkannya dan segera mencari jalan keluarnya. Beliau pun bersabda, "Apakah kamu memiliki harta untuk memerdekakan seorang budak?" Lelaki itu menjawab, "Tidak." Beliau bertanya, "Apakah kamu dapat berpuasa dua bulan berturut-turut?" Lelaki itu menjawab, "Tidak." Beliau bertanya, "Apakah kamu dapat memberi makan enam puluh orang miskin?" Lelaki itu menjawab, "Tidak."

Dengan begitu sempurnalah tingkatan-tingkatan kafarat. Dimulai dengan memerdekakan budak. Memerdekakan budak adalah membebaskan hamba sahaya, baik laki-laki maupun wanita. Hal itu terwujud dengan kemampuan untuk melakukannya secara materi. Yaitu dia memiliki harta, atau memiliki budak untuk dimerdekakan, atau perbudakan masih ada. Jadi, apabila dia memiliki harta, akan tetapi dia tidak mendapatkan seorang budak, maka ketika itu dia berpindah ke tingkatan kedua, yaitu puasa dua bulan berturut-turut. Makna berturut-turut adalah tidak dipisah antara keduanya dengan hal-hal yang tidak memubahkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Akan tetapi jika dia sakit di tengah-tengahnya, atau bertepatan dengan hari Idul Fitri, Idul Adha, dan hari-hari tasyriq, maka tidak apa-apa jika dia memutusnya karena udzur. Atau seorang wanita mengalami masa haidh, maka itu tidak apa-apa. Karena segala sesuatu yang dapat memubahkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan juga dapat memubahkan untuk memutus keberturutan yang disyaratkan dalam berpuasa. Safar termasuk di antaranya.

Perkara ketiga setelah tingkatan ini adalah; jika dia tidak mampu, maka dia memberi makan enam puluh orang miskin. Memberi makan bisa dilakukan dengan mencukupi satu porsi makanan untuk orang miskin, baik makan siang ataupun makan malam, baik itu dilakukan dengan memasak dan menyuguhkan makanan itu kepadanya ataupun itu dilakukan dengan memberikan makanan itu kepadanya. Itulah hal-hal yang berkaitan dengan kafarat.

Dengan begitu, kita harus memberitahukan kepada orang yang bersetubuh di siang hari bulan Ramadhan bahwa pertama kali dia wajib bertobat kepada Allah Ta'ala atas apa yang telah dia lakukan, lalu dia wajib menunaikan kafarat. Yaitu kafarat yang tingkatan-tingkatannya telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sesuai urutan. Kemudian setelah itu -menurut pendapat jumhur ulama- dia wajib berpuasa satu hari untuk mengqadha hari yang dia batalkan dan dia rusak. Dalam hal itu mereka berdalil dengan hadits yang disebutkan di dalam Sunan Ibnu Majah, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Lalu puasalah satu hari untuk menggantikannya." Akan tetapi riwayat tersebut tidak dihapal di dalam sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, sehingga para hafizh menolak untuk menyebutkannya; dan itu menunjukkan bahwa riwayat itu syadz dan tidak dihapal. Itulah yang telah ditetapkanoleh para peniliti dan para pentahqiq, di antaranya SyaikhulIslam Ibnu Taimiyah Rahimahullah.

Itu adalah pendapat kedua dalam permasalahan ini, yaitu bahwa qadha puasa tidak bermanfaat baginya. Itu juga berlaku bagi setiap orang yang tidak berpuasa dengan sengaja. Karena barangsiapa yang tidak berpuasa dengan sengaja, maka qadha puasa tidak bermanfaat baginya. Dia hanya diwajibkan bertobat kepada Allah Ta'ala dari perbuatan itu dengan sebenar-benarnya dan memperbanyak amal shalih, di antaranya berpuasa untuk menambal kekurangan yang terjadi karena telah merusak puasa di hari itu. Itulah perkara-perkara yang wajib diperhatikan bagi orang yang bersetubuh di siang hari bulan Ramadhan.

Saya katakan, "Yang paling penting adalah kita menghindari sebab-sebab bahaya dan tidak larut dalam foreplay(pemanasan sebelum berhubungan intim) sehingga terjadilah sesuatu yang akibatnya tidak terpuji dan menjadi sebab kebinasaan. Banyak orang yang tidak mendatangi kasurnya kecuali setelah fajar dan terkadang dia menyepelekan masalah pelukan, ciuman, atau lain sejenisnya yang terjadi antara pasangan suami istri, sehingga mereka terjatuh pada persetubuhan yang dilarang."

Oleh karena itu saya katakan, “Apabila seseorang tidak dapat mengendalikan nafsunya, maka sangat penting baginya untuk melakukan hal-hal yang dapat mencegah dirinya dari terjatuh pada kerusakan. Hal itu ditunjukkan oleh hadits yang disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Aisyah Radhiyallahu Anha, bahwasanya dia berkata, "Dahulu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berciuman dan berpelukan dan pada saat itu beliau sedang berpuasa." Lalu dia menjelaskan perbedaan yang mempengaruhi dan perkara yang harus diperhatikan agar tidak ada yang mengatakan, "Kita memiliki contoh dari perbuatan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau berciuman, kita pun berciuman." Aisyah berkata, "Akan tetapi beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan nafsunya."

Itu menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki sifat tersebut, yaitu tidak dapat mengendalikan nafsunya, baik seorang lelaki maupun seorang wanita, maka seyogyanya dia berhenti ketika melakukan foreplay; karena wasilah(sarana)memiliki hukum tujuan dan maksud. Jadi, apabila wasilah (sarana) itu dapat mengantarkan kepada perkara yang haram, maka dia wajib dicegah dan hal itu pun diharamkan; karena dia dapat mengantarkan kepada perkara yang diharamkan oleh Allah Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam.


Topik yang Dilihat

1.

×

Apakah Anda benar-benar ingin menghapus item yang sudah Anda kunjungi?

Ya, Hapus